Info

Hari Bumi adalah hari pengamatan tentang bumi yang dicanangkan setiap tahun pada tanggal 22 April dan diperingati secara internasional.[1][2] Hari Bumi dirancang untuk meningkatkan kesadaran dan apresiasi terhadap planet yang ditinggali manusia ini yaitubumi. Dicanangkan oleh Senator Amerika Serikat Gaylord Nelson pada tahun 1970 seorang pengajar lingkungan hidup. Tanggal ini bertepatan pada musim semi di Northern Hemisphere (belahan Bumi utara) dan musim gugur di belahan Bumi selatan. PBB sendiri merayakan hari Bumi pada 20 Maret sebuah tradisi yang dicanangkan aktivis perdamaian John McConnell pada tahun 1969, adalah hari dimana matahari tepat di atas khatulistiwa yang sering disebut Ekuinoks Maret.

Kini hari bumi diperingati di lebih dari 175 negara dan dikoordinasi secara global oleh Jaringan Hari Bumi (Earth Day Network).[3]

(Wikipedia)

Sabtu, 16 Juni 2012

BIOMONITORING SITUS PURBAKALA

LAPORAN DIVISI KEPROFESIAN DAN INOVASI HIMASITH NYMPHAEA ITB

BIOMONITORING SITUS PURBAKALA, GUA PAWON - FORMASI KARST CITATAH KAB. BANDUNG BARAT, JAWA BARAT; MINGGU 25 SEPTEMBER 2011

Aktifitas pertambangan kapur di kawasan formasi karst Citatah, Padalarang menjadi menarik  untuk diperhatikan ketika aktiftas tersebut mengabaikan dampak lingkungan. Selain dampak sosial, keberlangsungan ekosistem pun menjadi salah satu yang berperan dalam keberlanjutan aktifitas pertambangan di area tersebut. Divisi Keprofesian dan Inovasi HIMASITH Nymphaea ITB mencoba untuk mengekplorasi dampak lingkungan yang disebabkan dari aktifitas tersebut. Dimulai dari biomonitoring area, Gua Pawon akan menjadi pembanding untuk daerah karst yang terkena dampak dari kegiatan pertambangan. Hal yang diamati kali ini adalah persebaran mikroba lokal, aktifitas populasi kelelawar, biodiversitas vegetasi, burung, dan ikan. Melihat potensi di daerah tersebut, aktifitas pariwisata dan pertanian dapat dikembangkan dan menjadi sandaran utama untuk kegiatan perekonomian di daerah tersebut. Semoga kegiatan ini menjadi bagian dari kepedulian dan kontribusi kami terhadap gejolak permasalahan di masyarakat serta menjadi solusi untuk ke depan yang lebih baik. Salam dan Jayalah Keprofesian Nymphaea!!


- Adeline P (Bio’08) - Gita S N (Bio’08) - M Ridwan R (Mikro’08) - Adrian D (Bio’10)
- Rinda K P (Bio’08) - Fathya H (Bio’08) - Tri Anisa S (Bio’09) - Pradnya P (Mikro’10)
- Danni G H (Bio’08) - Kresna B A (PN’08) - Ani Nuraini (Bio’10)

_______________________________________________________________________


Pengamatan perilaku dan Anatomi Eonycteris spelaea (Koord: Gita Salmah Bio’08)

Kelelawar merupakan mamalia terbang yang memiliki peran ekologis penting sebagai pemencar biji buah-buahan seperti jambu biji, jambu air, kersen, sawo; pemakan serangga terutama serangga yang merusak hasil pertanian; serta berperan membantu penyerbukan bunga dari tanaman buah bernilai ekonomis tinggi seperti durian, mangga, kapuk randu, maupun petai. Meskipun demikian kelelawar merupakan salah satu hewan yang masih kurang diperhatikan dalam upaya konservasi karena rendahnya pengetahuan masyarakat akan arti penting kelelawar dalam rangkaian mata rantai ekologi. Salah satu contoh minimnya perhatian terhadap upaya konservasi kelelawar yang paling nyata adalah keberadaan kelelawar di Gua Pawon kawasan Karts Citatah Bandung Barat. Tidak banyak masyarakat yang menyadari arti pentingnya keberadaaan kelelawar ini di Gua Pawon.

Sebagian besar masyarakat malah merasa jijik dan takut terhadap kelelawar, bahkan kelelawar dianggap sebagai hama yang merusak tanaman buah dan menyebarkan penyakit sehingga kemudian kelelawar sering ditangkapi dan sarangnya diganggu dengan tujuan untuk mengusir kelelawar.
Stigma kelelawar sebagai hama muncul karena seringkali di kebun warga ditemui buah-buahan seperti mangga maupun jambu yang rusak akibat digerogoti oleh kelelawar pemakan buah. Masyarakat kemudian merasa dirugikan oleh perilaku kelelawar ini dan cenderung memasang perangkap kelelawar untuk menghindarkan kerugian akibat buah-buahan mereka dimakan kelelawar sebelum dipanen. Padahal jika dilihat dari rasionya, kerugian ekonomis akibat kelelawar buah jumlahnya lebih sedikit dibanding dengan manfaat ekonomis yang diperoleh dari ecosystem services berupa layanan penyerbukan gratis untuk pohon-pohon buah maupun pemencaran biji buah yang dilakukan oleh kelelawar.

Pada beberapa tahun terakhir, perburuan kelelawar yang dianggap sebagai hama perkebunan, penangkapan kelelawar untuk konsumsi, maupun perusakan habitat kelelawar merupakan penyebab utama turunnya populasi kelelawar. Minimnya perhatian terhadap upaya konservasi kelelawar kemudian memunculkan keingintahuan kami untuk meneliti bagaimana kondisi eksistensi kelelawar saat ini di Gua Pawon. Hal ini terkait dengan tingginya intensitas gangguan berupa aktivitas penambangan batu kapur hampir di seluruh kawasan Karst Citatah termasuk di area sekitar Gua Pawon yang merupakan habitat alamiah kelelawar. Selain akibat gangguan dari aktivitas penambangan, berkurangnya populasi kelelawar akibat penangkapan dan pembunuhan oleh masyarakat sekitar Gua Pawon diduga erat sangat terkait dengan minimnya pengetahuan masyarakat terhadap fungsi berbagai jenis kelelawar di alam. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat akan perlunya upaya konservasi terhadap jenis-jenis kelelawar di Gua Pawon kawasan Karst Citatah. Menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk turut menjaga kelestarian kelelawar sangat penting dilakukan. Tanpa keberadaan kelelawar, tumbuhan seperti pepaya, alpukat, jambu air, jambu biji, durian, cendana, kapuk, dan berbagai tumbuhan bernilai ekonomis lainnya akan hilang dari pasaran karena tidak ada kelelawar yang membantu dalam proses penyerbukan atau pemencaran biji.

Penelitian awal dimulai dengan survei lokasi Gua Pawon, pengamatan rona lingkungan pengamatan ad-libitum, dan pengambilan sampel kelelawar untuk diidentifikasi. Berdasarkan hasil identifikasi yang telah dilakukan, spesimen kelelawar yang ditemukan di Gua Pawon merupakan spesies Eonycteris spelaea atau lebih dikenal dengan Dawn Bat. Kelelawar ini memiliki ukuran tubuh kecil dan biasa ditemukan di gua-gua karst. E. spelaea merupakan jenis kelelawar pemakan nektar yang ditandai dari lidahnya yang panjang, moncong yang ramping memanjang dan susunan gigi spesifik kelelawar pemakan nektar. Kelelawar ini memiliki mata besar, telinga yang sederhana berukuran kecil dengan ujung meruncing tanpa tragus. Rambut di bagian dorsal berwarna coklat gelap sedangkan di bagian ventral berwarna coklat lebih terang. E. spelaea dibedakan dari kerabatnya, Rousettus amplexicaudatus, dari tidak adanya cakar (claw) pada jari tangan kedua

Pada Gua Pawon, saat pagi hari dilakukan pengamatan secara ad-libitum kelelawar ini ditemukan tidur menggantung di langit-langit gua mencengkeram retakan-retakan atap gua ataupun menggantung pada celah di antara stalagtit secara berkelompok. Berdasarkan hasil estimasi kasar, diperkirakan terdapat sekitar 30-40 ekor kelelawar dalam satu kelompok. Belum dapat diketahui secara pasti dampak dari gangguan di sekitar habitat terhadap populasi E. spelaea. E. spelaea secara luas diketahui sebagai polinator tumbuhan terutama tanaman ekonomis seperti durian, pisang, karet, alpukat, dan kapuk. Tentunya kelelawar ini memeiliki potensi besar yang dapat dikembangkan bagi dunia perkebunan dan pertanian. Perlu dilakukan analisis lebih lanjut untuk mengetahui secara pasti jumlah populasi kelelawar berikut rasio usia dan jenis kelamin. Semua data-data ini diperlukan untuk menentukan kondisi kelelawar di Gua Pawon dan menentukan upaya konservasi yang perlu dilakukan. Diharapkan dengan penelitian ini dapat mendorong tumbuhnya kesadaran dan motivasi masyarakat untuk terus menjaga dan melestarikan kelelawar. Adanya motivasi untuk menjaga kelestarian kelelawar ini akan berimplikasi pada kelestarian sumberdaya hayati lainnya dengan demikian keseimbangan ekosistem makhluk hidup tetap terjaga.

Pengamatan Lokasi Reklamasi Hutan Lingkungan Karst Citatah (Koord: Adeline Bio’08) 

Kawasan karst memiliki bentang alam yang unik, dicirikan dari kehadiran lerang dan bukit-bukit bebatuan. Kondisi ini, bersama dengan kondisi mikroklimat, turut berpengaruh terhadap vegetasi yang ditemukan. Demikian halnya struktur dan komposisi vegetasi kawasan Karst Citatah yang dicirikan dari pegunungan dan bukit-bukit kapur. Berdasarkan survey yang dilakukan di sekitar kawasan gua Pawon, diketahui bahwa tutupan lahan hijau di kawasan tersebut tidak ditemukan dalam bentuk hutan. Sebagian besar vegetasi didominasi oleh tumbuh-tumbuhan yang membentuk perdu dan semak, seperti yang dijumpai pada lereng disekeliling kawasan gua. Kehadiran pohon-pohon besar masih dalam jumlah yang terbatas.

Vegetasi yang ditemukan di sekitar kawasan karst merupakan vegetasi yang beradaptasi terhadap kadar mineral kalsium dan magnesium yang tinggi (Irawan,2010), mengingat sebagian besar tanah di daerah ini adalah tanah kapur (gambar kiri). Secara fisik, tanah kapur memiliki karakter yang butiran yang padat dan keras sehingga menjadi hambatan mekanik dalam penetrasi akar. Itulah yang kemungkinan besar menjadi alasan mengapa pohon-pohon besar sulit tumbuh di kawasan karst.

Selain itu, vegetasi yang dijumpai merupakan vegetasi yang toleran terhadap kawasan karst yang cenderung kering. Salah satu karakter karst adalah minim atau tidak adanya kehadiran reservoar air permukaan (sungai dan danau). Aliran air permukaan tidak secara kontinu mengalir, melainkan terputus-putus dan akan langsung mengalami infiltrasi atau mengalir ke area lain yang lebih rendah. Topografi lereng di sekitar gua Pawon menyebabkan runoff air sehingga ditemukan aliran air yang cenderung menggenang pada area di bagian bawah lereng. Area ini kemudian digunakan sebagai area persawahan untuk ditanamai padi.

Kegiatan penambangan, terutama untuk industri semen dan batu bata juga turut menyumbang kerusakan ekosistem, terutama jika penambangan dilakukan di area yang dekat dengan gua. Lingkungan fisik gua menyediakan kemampuan insulasi suhu sehingga banyak biota menjadikan gua sebagai tempat berlindung. Secara umum, biota yang hidup di gua memiliki persebaran yang terbatas dan telah teradaptasi dengan baik dengan lingkungan gua (Irawan,2010). Itulah mengapa biota gua rentan terhadap perubahan. Selain itu, aktivitas tambang juga turut mencemari kualitas air sehingga lokasi tambang harus dijauhkan dari lokasi sumber air. Beberapa pertimbangan dilakukan, misalnya dengan tidak melakukan penambangan dalam radius 45 km bila di kawasan tersbut terdapat gua yang dihuni kelelawar dan menghindari penggunaan metode basah (menggunakan banyak air) terutama dalam penambangan dan industri semen karena cenderung untuk mencemari dan mengurangi ketersediaan air di area karst (Irawan,2010).

Pengamatan Aktiftas Geomikrobiologi Di Kawasan Gua Pawon (Koord: Ridwan BM’08)

Karst Citatah merupakan salah satu ekosistem yang didominasi oleh subsrat batuan gamping dan kapur (CaCO3). Substrat ini memiliki kecenderungan pH tinggi (basa) dan memiki porositas substrat yang besar. Keadaan substrat seperti ini cukup ekstrim untuk pertumbuhan tanaman tingkat tinggi. Hanya beberapa agen biologis perintis yang mampu hidup di daerah tersebut. Dimungkinkan terbentuknya ekosistem di daerah tersebut walaupun cukup sederhana.
Terdapat 15 lokasi yang diamati dalam pengambilan sampel mikrobiologi pada lingkungan Karst Citatah yaitu:

-          Stalaktit mulut gua utama (2 lokasi)
-          Stalaktit mulut gua sekunder
-          Sisi gua utama (3 Lokasi)
-          Sisi gua sekunder
-          Substrat gua utama (3 Lokasi)
-          Substat gua sekunder
-          Tanah Sekitar Gua (4 lokasi)

Dari sampel yang diambil dengan menggunakan tabung falcon dan sebelum pengerjaan sampel disimpan dalam lemari pendingin (suhu -4˚C). Dalam kegiatan kali ini jamur dan bakteri diisolasi dalam medium plate. Medium NB-agar yang dibuat dari ekstrak daging sapi, putih telur, dan agar; dan dalam medium PDA-agar dibuat dari ekstrak kentang, asam tartat, dan gula sampel yang telah diambil dilakukan serial delution 1:100. Sampel yang telah dilarutkan dalam aquades diinkubasi selama 5 hari dan diamati. Pembuatan medium dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi-1 dan Laboratorium Fitosimbiosis Labtek XI Institut Teknologi Bandung. Sedangkan inkubasi dilakukan di Himpunan Mahasiswa Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati Nymphaea ITB.

Dari kegiatan kali ini ada 2 agenda eksplorasi yang dilakukan, yaitu menguji resep medium untuk kultur bakteri dan jamur (medium alternatif) dan melihat pertumbuhan bakteri dan jamur hasil isolasi dalam medium alternatif. Dari kegiatan yang dilakukan terlihat bahwa medium yang dibuat dapat menumbuhkan bakteri dan jamur secara spesifik. Terlihat dari hasil isolasi yang dilakukan 21 jamur (secara morfologi) dapat tumbuh pada medium PDA alternatif. Namun untuk bakteri sulit dilakukan karena belum diamati secara mikroskopik dan uji biokimia. Pertumbuhan mulai tampak pada hari ketujuh dan didokumentasikan pada minggu ke 8.

Arsip di File Group Facebook oleh Danni Gathot Harbowo 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar